
Aset Pemerintah Kota Semarang Diduga Diperjualbelikan Secara Ilegal, Lahan Negara Beralih ke Kepemilikan Pribadi
Semarang, Meteornusantara.com – Dugaan praktik jual beli ilegal atas lahan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang kembali mencuat. Indikasi tersebut muncul di kawasan Jalan Gendong Raya dan Jalan Ketileng Raya, Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Sejumlah lahan yang diduga merupakan aset pemerintah kini berubah status menjadi milik pribadi, bahkan telah bersertifikat Hak Milik (SHM).
Pantauan tim media di lapangan, tampak bangunan permanen berdiri di atas lahan yang sebelumnya diperuntukkan bagi kepentingan umum. Mulai dari bengkel, warung makan, tempat pencucian kendaraan, hingga gudang barang bekas berdiri di sepanjang jalur tersebut.
Seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa hampir seluruh lahan di kawasan itu telah bersertifikat. “Lahan-lahan di sini, sepanjang Jalan Raya Ketileng, sudah SHM semua,” ujarnya.
Pernyataan serupa datang dari seorang penghuni lapak. Ia mengaku membeli lahan tersebut dari warga yang sebelumnya menempati lokasi itu. “Saya beli dari pemilik lama, dan saya tahu ini tanah milik Pemkot,” katanya. Transaksi tersebut, menurutnya, hanya menggunakan kuitansi pembayaran senilai Rp9.500.000 tanpa sertifikat resmi.
Sementara itu, penghuni lapak lain yang membuka usaha pencucian kendaraan menyebutkan bahwa lahan yang ia tempati telah memiliki SHM. “Tempat ini saya beli baru satu tahun, dan sudah SHM,” jelasnya.
Temuan ini memunculkan dugaan adanya manipulasi administratif dalam proses pengalihan kepemilikan lahan, yang diduga berkaitan dengan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Modus serupa pernah terungkap di Kota Salatiga, ketika oknum lurah dan ketua RT diduga terlibat dalam penjualan aset pemerintah melalui celah program tersebut.
Di Semarang, sejumlah warga juga mengeluhkan dugaan pungutan liar dalam pelaksanaan PTSL. Mereka mengaku diminta biaya tambahan di luar ketentuan resmi, yang menimbulkan kekhawatiran akan adanya praktik serupa seperti kasus di Salatiga.
Menanggapi hal tersebut, Camat Tembalang Abdul Haris saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui adanya bangunan maupun sertifikasi lahan di atas aset Pemkot. “Saya belum mengetahui adanya bangunan tersebut, apalagi sampai disertifikatkan. Jika ini benar, berarti ada pihak yang bermain saat program PTSL, dan saya akan melakukan pengecekan serta koordinasi lebih lanjut,” ujarnya.
Jika terbukti, penjualan aset pemerintah secara ilegal termasuk pelanggaran hukum. Tindakan tersebut dapat dijerat Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penyerobotan hak atas tanah, dengan ancaman pidana hingga empat tahun penjara. Selain itu, pelaku juga berpotensi dikenai sanksi sesuai Peraturan Daerah (Perda) Kota Semarang mengenai pengelolaan aset daerah.
Praktik semacam ini tidak hanya berpotensi merugikan keuangan negara, tetapi juga mengancam tata ruang kota serta peruntukan ruang publik. Masyarakat berharap Pemkot Semarang bersama aparat penegak hukum segera bertindak tegas terhadap para pihak yang terlibat dan memperkuat pengawasan program PTSL agar tidak kembali disalahgunakan.
Leave a Reply